Ketika Merawat Juga Butuh Dirawat: Cerita Family Caregiver di Yayasan RMHC Bali
- Relive id
- Jun 24
- 3 min read
“Berusaha menjadi kuat di saat hati sedang hancur, dengan fisik dan mental yang lelah, dan diri sendiri yang selalu dilupakan.“
-- Itulah yang dialami oleh seorang family caregiver dari anak dengan penyakit degeneratif.
Apa itu Family Caregiver?
Pengasuh atau keluarga yang merawat pasien disebut sebagai family caregiver. Penyakit yang dimiliki oleh anggota keluarga tersebut biasanya bervariasi, contohnya demensia, schizophrenia, kanker, stroke, disabilitas, dan lain-lain sehingga membutuhkan perawatan dan dukungan khusus. Dari pemenuhan kebutuhan fisik (mandi, berpakaian, makan), kebutuhan medis (terapi dan obat), hingga emosional (teman bicara), caregiver memiliki tanggung jawab yang kompleks.
Berbeda dengan caregiver yang telah dilatih secara profesional, family caregiver pada umumnya tidak mendapatkan kompensasi finansial, sehingga peran ini muncul karena kasih sayang, tanggung jawab, atau menjadi tugas anggota keluarga tersebut. Oleh karena itu, hubungan keluarga antara pasien dengan caregiver akan menjadi lebih dekat secara emosional dan membantu caregiver untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan baru.

Mengapa Family Caregiver Rentan terhadap Isu Kesehatan Mental?
Namun, tantangan yang dihadapi oleh family caregiver tidaklah sedikit, salah satunya isu kesehatan mental. Tidak ada orang tua yang menginginkan anak untuk mengalami rasa sakit, khususnya penyakit degeneratif (penurunan fungsi dan organ tubuh secara perlahan). Penelitian Koch dan Jones (2018) menemukan bahwa mereka cenderung mengalami gejala depresi, burnout, kehilangan daya hidup, dan masalah tidur.
Caregiver burnout merujuk pada kelelahan total pada aspek fisik, pikiran, dan mental. Kelelahan ini tidak dapat diselesaikan dengan sekali istirahat, melainkan membutuhkan intervensi psikologis yang lebih mendalam. Hal ini disebabkan burnout muncul dari stres yang tidak diselesaikan dan tuntutan tinggi sebagai seorang caregiver. Caregiver burnout yang tidak diatasi dengan tepat dapat menyebabkan kualitas pelayanan yang memburuk dan perilaku agresif terhadap pasien anak.
Yayasan Ronald McDonald House Charities
Yayasan Ronald McDonald House Charities (RMHC) Indonesia adalah yayasan non-profit yang bervisi untuk mempermudah akses fasilitas medis bagi pasien anak agar keluarga dapat terlibat aktif selama proses pengobatan anak. Salah satu rumah singgah Yayasan RMHC adalah di Denpasar, Bali. Rumah singgah tersebut menyediakan fasilitas yang nyaman bagi pasien anak dan keluarganya yang sedang mendapatkan pengobatan di rumah sakit tertentu.
Salah satu program yang dilakukan Yayasan RMHC untuk memberdayakan para caregiver di Bali adalah sesi konseling gratis selama 30 menit. Alexandra Arvia, M.Psi, Psikolog Klinis selaku founder dari Relive Psychological Service Center Bali turut memfasilitasi sesi konseling para orang tua di Yayasan RMHC Bali secara rutin sebagai bentuk pengabdian masyarakat. Program konseling tersebut dilakukan satu kali dalam setiap bulan untuk meningkatkan kesejahteraan mental para family caregiver.

Apa yang Dialami Family Caregiver di Yayasan RMHC Bali?
Dalam setiap program, sebanyak 4 orang mendapatkan sesi konseling gratis. Sesi tersebut dapat berupa sesi konseling personal (suami/istri) ataupun pasangan (pasutri). Arvia menyebut bahwa mayoritas orang tua yang melakukan konseling adalah perempuan, dimana anak-anak nya mengidap penyakit leukemia (kanker darah) dan kasus ekstrem seperti anak yang lahir dengan kondisi tidak normal (atresia ani, hidrosefalus, dan lain-lain).
Berbagai perasaan menyalahkan diri, kehilangan harapan, dan penolakan muncul dari family caregiver, “mereka sulit menerima bahwa anaknya mengalami penyakit tersebut, seperti dosa, kesalahan, karma dari mereka sebagai orang tua,” ucap Arvia. Tidak hanya kesulitan untuk menerima kenyataan, rasa cemas dan takut yang tidak berujung juga kerap dialami. Terlebih lagi, tanggung jawab untuk mengurus anak, administrasi di rumah sakit, meninggalkan pekerjaan utama, dan merantau menjadi penyebab dari caregiver burnout.
Selain dukungan emosional, Arvia juga membagikan psikoedukasi bagi para family caregiver agar mereka bisa mengatasi burnout dengan mempedulikan kebutuhan diri (self-care) dan memiliki growth mindset dalam menerapkan pola asuh. Langkah-langkah ini dapat memberikan harapan dan kesempatan bagi mereka untuk recharge, namun tetap fokus dalam merawat anak.

Sumber:
Gish, T. (2024, 20 Maret). Family caregivers vs. professional home care: What’s the difference? https://lovinghomecareinc.com/family-caregivers-vs-professional-home-care-guide
Koch, K. D., & Jones, B. L. (2018). Supporting parent caregivers of children with life-limiting illness. Children (Basel), 5(7). DOI: 10.3390/children5070085
My Life Choice. (2025, 16 Januari). Caring for children with incurable diseases. https://mylifechoice.org/2025/01/16/caring-for-children-with-incurable-diseases/
3HC. (n.d.). Caring for a terminally ill child. https://www.3hc.org/blog/caring-for-a-terminally-ill-child/
Comments